Tegal mungkin sebagian besar masyarakat kita hanya mengenalnya sebagai
kota bahari saja. Kota yang terkenal dengan “Warteg ( Warung Tegal) “
yang menyajikan makanan serba murah ini adalah salah satu penghasil
Perlu kita tahu kota yang terletak kedua di ujung barat provinsi Jawa
Tengah ini memiliki khasanah budaya yang cukup menarik.
Ada sisi yang luput dari pengetahuan kita. Ternyata kota bahari ini memiliki kesenian tradional yang cukup kita perhitungkan keberadaannya. Tari Endel adalah salah satu warisan budaya khas kota Tegal yang semakin memperkaya budaya nasional. Bila sebuah tarian dipertontonkan di hadapan tamu khusus, seperti halnya seorang presiden, rasanya pantas bila pelaku tarian ini mendapat tempat yang layak. Namun hal ini tidak sepenuhnya berlaku pada tari Topeng Endel, sebuah tarian khas Tegal, dengan sejumlah pelakunya. Mereka yang terlibat dalam Topeng Endel ini hidup biasa-biasa saja, dengan kelebihan dan segala kekurangannya.
Tari Topeng Endel biasa dibawakan oleh satu atau dua penari bergantian. Sang penari selalu mempunyai kelompok gamelan pengiring yang terdiri dari kendang, bonang, saron, balongan dan peking. Gamelan – Jawa inilah yang mengiringi gemulainya penari Endel untuk mengeksplorasi keindahan tarian ini.
Kegenitan dak kalincahan menjadi ciri tari Topeng Endel, sesuai dengan namanya Endel, yang dalam bahasa Tegalan artinya "kenes", atau genit. Gerak penarinya seakan menggambarkan percumbuan penari dengan bayangan sang pangeran. Namun semuanya berlangsung lembut, dalam kesunyian diri, dan jauh dari desahan erotis. Gerak penari Topeng Endel lebih banyak mengikuti hentakan gamelan. Menghanyutkan, mampu menghipnotis siapa saja yang menikmatinya. Inilah sebuah tarian seksi namun dari kesan murahan atau bahkan pornografi. Topeng Endel Adalah bentuk topeng wanita dengan kostum endel yang mirip penari Gambyong. Tariannya diiringi gending lancaran ombak banyu laras slendro manyuro.
Tari ini pertama dikenalkan oleh ibu Sawitri. Disinilah sesepuh tari Topeng Endel, Bu Sawitri menetap. Di Desa Selarong Lor, Kecamatan Duku Waru, Kabupaten Tegal, Jawa Tengah. Selama hampir 20 tahun, primadona tari kenes ini menghabiskan kesehariannya, sebagai penjual makanan pagi. Ibu tiga orang putra ini mengeluti tari Endel karena menurutnya tarian ini adalah tarian yang seharusnya mencerminkan sosok wanita Jawa di masa mendatang. Wanita Jawa memang terkenal dengan sikap halus , lembut keibuan dan bahkan sangat penurut ini memang sering sidalahpahamkan sehingga menimbulkan kesan bahwa wanita Jawa adalah wanita terjajah. Seyogyanya perempuan Jawa adalah wanita yang dinamis , luwes namun tidak meninggalkan “trapnya” sebagai seorang perempuan sebagaimana mestinya. Sementara urusan menari, untunglah Ibu Sawitri masih bisa meneruskan ilmunya.
Sebagai satu satunya sesepuh dan penerus tari Topeng Endel khas Tegal, Bu Sawitri yang lahir di Tegal, 60 tahun lalu ini, sadar betul bahwa tarian ini membutuhkan ketekunan. Hal yang selalu ia tekankan kepada murid-muridnya. Mungkin, sering tersirat dalam pikiran perempuan ini, pengalamannya semasa kecil ketika mempelajari gerakan tari yang dimainkan ibunya saat pertunjukan dari kota ke kota. Dari ketekunannya menyimak gemulainya gerakan sang ibunda inilah, Sawitri kecil akhirnya memperoleh kepercayaan mendampingi ibunya menari tari Topeng Endel diusianya yang ke 20 tahun.
Meski usianya tak lagi muda , beliau tidak pernah mengeluh untuk selalu mengajarkan taeri Endel ini jika ada yang masih ingin belajar kepadanya. Ketekunannya terpancar untuk terus melanjutkan keberadaan tarian ini. Ia tidak ingin tari Endel menghilang dari peradaban seni Nasional yang tidak bisa dipungkiri di jaman sekarang keeksisan tarian daerah mulai luntur ditelan oleh kebudayaan masyarakat yang baru yaitu budaya moderen. Sepasang mata wanita tua renta berkulit kerut lainnya yang tak lain ibu dari sang penerus, dengan seksama mengawasi gerakan- gerakan yang diajarkan Bu Sawitri kepada anak didiknya.
Raut muka sedih hingga tetes air mata kadang terpancar], saat munculnya kembali ingatan masa lalu sebagai penari Topeng Endel bersama suami tercinta yang kini telah tiada. Namun, sebagaimana nasib sebuah kesenian tradisional pada umumnya, perlahan tari Topeng Endel ini pun ikut tergusur dengan seni modern seperti pentas dangdut. Ada undangan pementasan sebulan sekali saja, rasanya sudah luar biasa. Tapi tak masalah bagi sang penari. Yang penting baginya, tari Topeng Endel tetap hidup, dan itu artinya ia harus melakukan regenerasi. Impiannya, punya sebuah sanggar untuk kegiatan melatih tari.
Menjelang bulan Agustus ini biasanya banyak permintaan untuk tampil. Dan ia harus menyiapkan staminanya yang prima. Sebagai seorang penari, Sawitri adalah sosok penari yang utuh. Geraknya luwes, bernaluri tajam dan fisik yang terjaga. [B]Akankah muncul Sawitri-Sawitri berikutnya?, yang akan membuat tari Topeng Endel jauh lebih dikenal, tak hanya di Jawa Tengah.
PERNAH MASUK MURI
ENDEL, tari tradisional asal Kabupaten Tegal, Jawa Tengah, masuk Museum Rekor Indonesia (Muri), sebagai tarian dengan peserta terbanyak, Pencatatan rekor itu setelah sebanyak 1.700 penari unjuk kebolehan di halaman Kantor Pemkab Tegal, dalam rangka memperingati HUT ke-470 Tegal. Para penari yang semuanya wanita merupakan siswa SD yang ada di seluruh Kabupaten Tegal. Dalam pergelaran tari Endel, semua penarinya menggunakan topeng yang sebelumnya dipesan dari Sanggar Satria Laras, milik dalang kondang Ki Enthus Susmono. Ki Enthus mengatakan Endel merupakan tari tradisional khas Tegal, meski secara jujur harus diakui merupakan akulturasi dari tari topeng Cirebon atau Losari.
(sumber: blog komunitas bebas bicara)
what the hell are you. it's my notes!!! you should be repost the sourch (www.komunitasbebasbicara.blogspot.com)
BalasHapus